Pengalaman Bertemu Tuhan Dan Caranya

Ini adalah tulisan paling serius dari banyak tulisan yang saya buat. Yakni tentang hal yang sebagian besar dibicarakan orang di dunia. Tentang tuhan. Ya… pengalaman bertemu tuhan.

Sebelum dilanjutkan, saya sedikit peringatkan bahwa; tulisan ini tidak baik bagi kesehatan beberapa kalangan. Seperti, orang-orang yang masih percaya dunia itu datar. Masih percaya bahwa buku panduan beragama itu (kitab suci) turun dari langit. Masih percaya bahwa kitab suci tidak pernah salah.

Atau masih berpegang teguh bahwa agamanyalah yang paling sempurna. Khususnya yang terahir ini sebaiknya segera close halaman ini. Bye…

Yang masih bertahan membaca adalah orang ngeyel. Dimana kemudian akan terkejut. Bahwa; ternyata tuhan yang sangat diagung-agungkan oleh banyak orang selama ini sangat sederhana.

Orang-orang bijak mengatakan, ada banyak cara untuk mencari tuhan. Salah satunya melalui agama. Dan ternyata, cara sulit adalah melalui agama. Hmm…

Beberapa dari tulisan yang saya baca, ada orang-orang pernah menceritakan pengalamannya bertemu tuhan. Dengan gaya dan visualisasi berbeda. Semua mungkin ada benarnya. Atau mungkin salah semua. Halusinasi atau delusi sesuai dengan karakter dan latar belakang pribadi masing-masing.

Sedikit bocoran. Setelah melalui proses yang panjang dengan jalan masing-masing, kita akan bertemu tuhan, dimana kita memulai pertama pencarian.

Tuhan itu jelmaan dari fikiran manusia?

Tuhan pada dasarnya menjelma dari pemikiran manusia itu sendiri? Tuhan yang banyak dikenal manusia saat ini, merupakan warisan dari pemikiran manusia kuno jaman primitive dulu. Melalui berbagai perenungan-perenungan. Seperti meditasi, tafakur, kontemplasi, tidur di gua-gua, dan lain sebagainya.

Tidak ada yang buruk sebenarnya tentang tuhan. Kecuali tuhan itu menjelma dari pemikiran orang-orang buruk.

Tuhan itu pada dasarnya terlihat sangat berbeda, antara tuhan manusia satu dengan manusia yang lain. Antara satu kaum dengan kaum yang lain. Antara satu zaman dengan zaman yang lain. Antara satu budaya dengan budaya yang lain.

Nilai-nilai kebenaran Tuhan juga mengalami perubahan, akibat dari berbagai pemberontakan pemikiran manusia. Dan terus di upgrade sesuai dengan perkembangan zaman. Pelan tapi pasti. Percaya tidak percaya begitulah adanya… Hmm…

Tuhan berubah sesuai dengan zaman

Tuhan pada zaman kuno, pada dasarnya mengalami perubahan besar-besaran, jika dilihat saat ini. Jika anda bertemu pada zaman primitive dulu, tuhan akan terlihat menyeramkan. Bahkan terlihat seperti monster untuk manusia zaman sekarang.

Tuhan pada zaman dulu seperti harus darah. Menyukai persembahan berupa korban nyawa manusia. Tuhan primitive terkesan melegalisasi perbudakan, pembunuhan, perang dan banyak hal keji lainnya. Mengerikan, jika diukur standarisasi kemanusiaan zaman sekarang.

Masih ingat tentang kisah Ibrahim yang diperintahkan oleh tuhan untuk menyembelih putranya sendiri, Ismail? Katanya sich cobaan.

Ada beberapa versi dalam kisah tersebut. Khususnya dari kepercayaan agama Islam dan Kristen.

Dalam kisah Al-Quran, Ibrahim as diberi mimpi. Menyembelih anaknya sebagai kurban kepada tuhan. Lalu, Ismail as menafsirkan mimpi ayahnya itu sebagai perintah Tuhan. Sebagai anak yang baik dan saleh, tentu Ismail menurut, karena menurut pemahamannya, mimpi ayahnya itu adalah perintah Tuhan. Sang ayah juga menafsirkan mimpi ini sebagai perintah. Ulama-ulama juga berkata bahwa mimpi yang dialami oleh para nabi merupakan wahyu. Ibarat kata ini merupakan sebuah ujian tentang ketakwaan terhadap tuhan.

Kalau membaca kisah penyembelihan ini melalui redaksi Bibel, perintah menyembelih Ishak ditulis sebagai perintah Tuhan kepada Abraham. (Dalam versi Bibel, yang rencananya akan disembelih adalah Ishak, anak ke-2 Ibrahim; bukan Ismail, anak pertamanya).

Dalam kisah ini, saya tidak ingin melihat perbedaannya. Karena percuma! Itu kisah kuno yang tidak mungkin bisa dibuktikan, mana paling benar. Saking kunonya, mimpi serem saja dianggap datangnya dari tuhan. Dan yang jelas sidak akan ada yang dapat bersaksi dizaman ini.

Tapi ada sebuah pelajaran penting yang bisa dipetik tentang perubahan Tuhan pada zaman itu.

Pertama tentang gambaran agama kuno zaman itu. Praktik pengorbanan manusia lazim dilakukan pada masanya: mengorbankan anak, pendeta, perempuan, manusia, dengan disembelih, diterjunkan ke jurang, atau dihanyutkan ke sungai/laut. Di skandinavia kuno, pendeta dikorbankan. Di mesir kuno, gadis cantik ditenggelamkan ke sungai Nil. Di peradaban Aztec, manusia disembelih di atas altar. Semua prinsifnya untuk menyenangkan tuhan.

Bahkan dalam teologi Paulus, anak-Tuhan sendiri juga dikorbankan, supaya Bapak-Tuhan mau/bisa mengampuni dosa-dosa manusia.

Terus apakah anda percaya bahwa waktu itu ada suara tuhan yang mengelegar dari langit. Dan meminta untuk menghentikan acara sakral pengorbanan manusia itu?

Tidak, suara Tuhan itu menjelma dari dalam diri Ibrahim sendiri. Bahwa hal itu tidak benar. Dalam proses pengorbanan sakral itu, terjadi pergolakan hebat didalam diri pelaku. Sehingga memunculkan pemikiran bahwa hal tersebut harus dihentikan.

Dan begitulah cara kerja Tuhan menjelma. Dan oleh banyak orang dianggap wahyu, petunjuk, pencerahan, hidayah, atau apa pun namanya. Dan semua berubah, seolah itu masa pencerahan.

Yang berubah itu manusia. Dan tuhan pun menjelma dalam perubahan tersebut.

Tuhan berubah ketika ada pemberontakan? Atau ada tuhan lain, selain tuhan yang menjelma dari dalam diri Ibrahim? Hmm…

Yang jelas, sejak itu, ritual pengorbanan nyawa manusia terhadap Tuhan mulai berkurang. Dan sekarang sudah nyaris tidak terdengar lagi. Jika pun masih ada, maka pelakunyalah yang dianggap salah, bukan Tuhan. Karena Tuhan zaman sekarang sudah sangat manusiawi sekali. Hmm…

Tuhan melegalisasi perbudakan

Mari kita kembali membaca kisah-kisah primitive zaman kuno dulu. Dimana perbudakan itu legal. Dan kaum pria dianggap syah, tanpa salah menyetubuhi budak wanita. Dan tidak berlaku sebaliknya. Karena memang, bahasa menyetubuhi adalah milik pria. Kalau wanita, ya di setubuhi. Masa… seorang wanita ‘menyetubuhi’ beberapa budak pria. Hmm…

Dan perlu diketahui, tuan-tuan dari para budak itu adalah rata-rata terdiri kaum ber-Tuhan. Sebagian tokoh bahkan dikisahkan adalah utusan Tuhan. Dan pada masa itu, Tuhan melegalisasi acara perbudakan. Termasuk menyetubuhi budak-budak. Dan mungkin juga disetubuhi budak-budak.

Apakah ada yang salah? Tidak! Tidak ada yang salah sama sekali. Zaman perbudakan waktu itu dianggap lumrah. Bahkan para budak sendiri, waktu itu, menganggap tidak ada yang salah dengan itu.

Pada zamannya, budak itu dinilai sebagai; ukuran status sosial. Berapa jumlah budak yang dimiliki merupakan ukuran tingkat kekayaan dan kehormatan. Ibarat kata, memiliki budak zaman dulu sama dengan kebanggaan manusia zaman sekarang dengan memiliki beberapa unit mobil mewah. Bisa diperjual-belikan di Showroom atau zaman dulu pasar budak.

Budak itu dianggap, setengah manusia setengah hewan. Meski secara fisik berbentuk manusia. Namun secara nilai, status dan kedudukan, seorang budak setara dengan hewan. Boleh dibilang, budak adalah hewan yang berwujud manusia. Atau bisa juga sebaliknya.

Mungkin di masa sekarang ini agak sulit membayangkan realitas ini. Tetapi umat manusia sepanjang puluhan abad silam, telah hidup di tengah perbudakan, manusia atas manusia. Dan dianggap sangat manusiawi.

Lalu bagaimana Tuhan memposisikan diri pada abad perbudakan itu. Tuhan melegalkannya!!.., Cius?, Ya!.. Sumpah! Hmm….

Bagaimana Tuhan ikut andil melegalisasi perbudakan? Seperti biasa, ya..melalui wahyu-Nya. Tuhan membisikkan persetujuannya tentang perbudakan dalam hati suci orang-orang yang telah terpilih.

Bagaimana dengan para nabi? Well, mereka menyempurnakannya dengan sedikit tambahan aturan sana-sini. Biar sedikit teratur. Tapi tidak berubah, budak ya… budak. Setengah manusia setengah binatang. Mau di suruh kerja, mau disuruh nari perut, atau mau di setubuhi, bisa. Suka-suka..

Ketika manusia tidak menganggap salah, maka Tuhan pun tidak menganggap salah. Dan saat itu, perbudakan tidak dianggap salah. Maka bagi Tuhan pun tidak salah. Begitulah konsepnya.

Tuhan bisa berubah fikiran

Seluruh peradaban dunia di masa lalu memang pernah melegalkan perbudakan manusia. Hal itu diakui dalam sistem hukum positif. Pasar budak di masa itu legal dan diakui secara resmi. Dan para budak itu menjadi aset kekayaan sah dan legal di mata hukum.

Saat acara perbudakan sudah diharamkan oleh dunia. Perbudakan dianggap tindakan illegal dan tidak manusiawi. Jika pun masih ada yang setuju dengan perbudakan dan memperbudak manusia lain, maka yang bersangkutan dinilai bejad. Dianggap tidak manusiawi.

Maka kalau hari ini ada pihak-pihak yang justru ingin menghidup-hidupkan lagi perbudakan. Baik lewat jalur perang dan pembegalan, lihat bagaimana banyak orang menganggap pelakunya adalah pendosa.

Bahkan, kaum agamawan, tokoh-tokoh dan organisasi-organisasi ketuhanan serentak mengecam pelaku perbudakan. Murka.., mewaliki kemurkaan Tuhan terhadap perbudakan.

Apa??!! Sekarang Tuhan murka terhadap perbudakan?!… Begitulah setidaknya, tersirat dari Tuhan berkata melalui mulut-mulut tokoh agama atau kaum rohaniawan. Perbudakan itu tidak manusiawi!.., Tuhan tidak suka itu!!…

Pertanyaannya, apakah Tuhan zaman era perbudakan sudah meninggal? Lalu, lahir Tuhan baru. Yang tidak suka perbudakan? Atau tuhan yang sama telah berubah fikiran sehingga lebih menusiawi?.. Hmm…

Aktivis HAM itu nabi

Sayangnya, zaman nabi-nabi sudah tidak ada lagi. Sejak Islam mengklaim bahwa nabi Terakhir adalah Nabi Muhammad. Sehingga sejak saat itu, tidak adalagi nabi baru yang muncul. Jika pun ada, maka dianggap nabi palsu alias abal-abal alias nabi KW. Dan sudah pasti, Tuhan melalui mulut kaum agamawan berbicara bahwa itu sesat!

Tapi konsep sesat itu, sebenarnya adalah jalan baru. Setiap orang tersesat biasanya, ketemu jalan baru untuk mencapai tujuan. Bisa lebih cepat atau bisa lebih berliku.

Para nabi pun, pada dasarnya dianggap sesat oleh kaum sebelumnya. Khususnya bagi mereka yang tidak ingin perubahan. Setiap nabi yang lahir pasti akan membawa perubahan terhadap sisi sosial kemanusiaan.

Nabi Ibrahim sendiri, mungkin pada zaman dahulu kala dianggap sesat. Minimal oleh mereka yang tetap percaya bahwa Tuhan butuh persembahan/korban nyawa manusia, untuk bukti ketakwaannya.

Nabi terkahir Muhammad pun, diperangi oleh kaum yang tetap bertahan kepada kepercayaan lama.

Sejarah hak asasi manusia berawal dari dunia Barat (Eropa). Seorang filsuf Inggris pada abad ke-17, John Locke, merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang melekat pada setiap diri manusia. Yaitu, hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik.

Pembebasan perbudakan terjadi sejak tercetusnya HAM (Hak Azazi Manusia) di dunia. Karena dianggap melanggar Hak Kebebasan manusia. Penjajahan di dunia pun dianggap melanggar HAM.

Saat ini, hampir sebagian besar orang menyetujui dan menganut paham tersebut. Bahwa manusia memiliki Hak Azazi. Bahkan bayi yang masih didalam kandungan ibu pun sudah memiliki HAM.

HAM juga secara bertahap mulai diyakini merupakan nilai-nilai kebenaran Tuhan. Ternyata, Tuhan dizaman modern sudah mengenal HAM. Hmm…

Walau dibeberapa agama tidak mengenal HAM, namun penganutnya; secara diam-diam setuju dengan adanya HAM. Sebagian sambil malu-malu kucing, juga menentang perbudakan atau hal-hal yang bertentangan dengan HAM.

Pencetus ide HAM pada dasarnya adalah kaum ekstreemis atau pemberontak paham lama. Salah satunya, paham perbudakan yang pernah dilegalkan oleh tuhan melalui ayat-ayat yang dibisikkannya melalui orang-orang terpilih.

Aktivis HAM juga konsepnya tidak jauh berbeda dengan Ibrahim yang menentang metode lama. Dengan menggantinya dengan konsep yang lebih beradab menurut pandangan manusia terkini. Dan akan terus mengalami perubahan.

Sosok zaman dahulu kala yang membuat perubahan terhadap tatanan kemanusiaan. Khususnya yang dianggap membawa nilai-nilai kebaikan, dianggap nabi. Utusan dari Tuhan. Yang digambarkan mendapat wahyu, pencerahan, hidayah, atau lainnya.

Sementara pencetus ide HAM tidak bisa lagi dianggap nabi. Kenapa? Karena, zaman nabi sudah berakhir. Hmm….

Siapakah Umat Pilihan Tuhan Itu

Siapa yang mengangkat para orang-orang, sehingga dianggap sebagai utusan Tuhan. Tuhan kah? Atau ada SK yang turun dari langit? Atau ada pengumuman dengan pengeras suara yang berkumandang dipermukaan bumi? Entah kalau anda. Kalau saya, yakin tidak. Karena tidak begitu konsepnya.

Para utusan Tuhan itu pada dasarnya, sama seperti kita. Manusia biasa. Melakukan berbagai hal sebagaimana biasanya manusia. Makan, minum, bercinta, dan lain-lain. Pada prinsifnya, melakukan apapun yang dilakukan manusia pada zamannya.

Jika pada zaman budak, utusan Tuhan juga memelihara budak dan juga menyetubuhinya. Sangat manusiawi sekali. Dan tidak ada yang salah, waktu itu. Memang manusia zaman dulu ya begitu.

Utusan Tuhan itu adalah para pemberontak. Ekstreemis idealis yang ingin adanya perubahan terdahap situasi kondisi yang dianggap tidak wajar. Dan akan berlawanan dengan orang-orang yang tidak ingin adanya perubahan. Begitulah konsepnya.

Ada yang merasa mendapat Wahyu dan ada pula seperti ide. Dan ada pula yang memperjuangkan hal-hal yang sudah ada.

Mari kita lihat, bahwa Tuhan hadir pada diri manusia sebenarnya tidak sama persis. Tergantung orangnya. Ada yang terlihat arogan dan haus darah. Ada yang terlihat bijaksana. Dan Tuhan pun akan menjelma kekanak-kanakan dari orang yang tidak berifikir dewasa.

Tuhan dari kelompok agama radikal akan menjelma seperti monster. Ingin melahap siapa saja yang tidak sejalan dengan kelompok tersebut. Tuhan akan terlihat membenci semua manusia di muka bumi ini, kecuali kelompok tersebut.

Dan percaya atau tidak, bahwa kelompok ini pun merasa dirinya adalah utusan Tuhan. Utusan untuk menyelamatkan dunia ini dari kehancuran. Dan prosuder utusan Tuhan memang begitu, tidak salah.

Jika tak percaya masuklah dalam kelompok itu. Rasakan sensasinya menjadi pelaku bom bunuh diri dan anda akan merasakan bagaimana jadi utusan Tuhan itu.

Atau mari lihat orang-orang yang bercokol dalam kelompok-kelompok agama. Walau bukan seratus persen merasa sebagai utusan Tuhan. Mereka rata-rata merasa sebagai mahluk yang paling beruntung. Karena berada pada kelompok yang tepat. Mereka merasa sebagai kaum terpilih. Jadi jangan heran jika banyak sekali yang gampang merendahkan orang dan meninggikan diri sendiri.

Tuhan dari kaum ini menjelma sebagai Tuhan yang pilih kasih dan egois. Bumi dan segala isinya hanya diridhoi untuk klub eksklusif umat pilihan Tuhan ini. Yang lain numpang? Hmm…

Tuhan muncul sebagai sosok intoleran terhadap perbedaan.

Tidak banyak yang tahu, kecuali orang-orang pernah bertemu Tuhan. Bahwa umat pilihan Tuhan itu ditetapkan oleh manusianya sendiri. Tinggal bilang bahwa dirinya pilihan Tuhan. Sederhana.. dan begitulah konsepnya.

 

#TULISAN II

Melalui Agama Sulit Bertemu Tuhan

Setelah saya meluncurkan tulisan pertama, “Pengalaman Bertemu Tuhan”. Di media sosial saya mendapat cukup banyak like. Senang juga sich. Walau saya tidak tahu itu tulus atau tidak.

Ah.. jangankan saya, Tuhan pada banyak kelompok agama saja senang dipuji. Sehingga dipercaya memberi imbalan surga kepada mahluknya yang suka memberi puja-puji. Hmm….

Ada banyak komentar dengan beragam pendapat. Dari beberapa yang sepakat, tidak sedikit pula yang kontra. Tapi itu bukan masalah. Sejatinya manusia memang unik dengan cara berfikir yang unik pula. Walau terlihat sama, pasti ada beda. Alias tidak sama persis.

Termasuk dalam mendevinisi tentang Tuhan. Lihat saja dalam menyebut nama Tuhan. Entah Tuhan-nya satu, atau memang Tuhan banyak. Yang jelas di bumi ini, ada beberapa nama Tuhan yang saya ketahui. Kenapa bisa berbeda? Itu pertanyaan menarik.

Saya tidak ingin membahas tentang nama-nama Tuhan. Tapi penomena nama Tuhan lah yang perlu dicermati.

Sebagian besar percaya bahwa Tuhan di bumi ini satu. Walau terdiri dari berbagai aliran kepercayaan atau agama. Saya ingin mengambil contoh dari beberapa agama besar dunia. Seperti Hindu, Budha, Kristen, dan Islam. Dalam Islam sendiri, beberapa agama besar tersebut diakui sebagai Agama yang Tuhannya sama. Tapi dalam nama Tuhan ada perbedaan.

Apakah Tuhan yang memperkenalkan diri kepada manusia tentang namanya? Atau kira-kira seperti ini visualisasinya; “Hai manusia, Aku adalah Tuhan mu. Nama saya ….”

Entah anda, saya kira tidak begitu konsepnya. Tuhan tidak pernah menyebutkan namanya. Tapi manusialah yang menetapkan nama Tuhan itu. Dengan anu atau anu.

Lalu, manusia pula yang mendevenisi kehendak Tuhan. Serta sifat-sifat ke-Tuhanan. Hal ini pulalah yang kemudian menjadi alasan sifat Tuhan itu terlihat berubah dari zaman-kezaman. Dari kelompok ke kelompok. Dari satu aliran dengan aliran lain.

Tidak percaya adanya Tuhan (Atheis)

Dari banyak komentar pada tulisan pertama. Ada satu komentar yang cukup mengelitik untuk saya bahas secara khusus.

Inilah komentar itu; “Orang filsafat ya? waduh mas, kalau mengartikan Tuhan dari akal manusia, ya lama2 jadi atheis anda… karena itu banyak orang filsafat itu atheis”

Sejujurnya saya tidak tahu, apakah tulisan saya jenis filsafat atau malah jenis dongeng sebelum tidur. Serius…

Ringkasnya, ingin saya jawab begini; Lha.. wong saya nulis pengalaman bertemu Tuhan. Kenapa lalu saya jadi tidak percaya Tuhan. Sementara sekian banyak orang yang belum bertemu Tuhan saja, hingga saat ini percaya setengah mati bahwa Tuhan itu ada. Bahkan siap bersaksi segala.

Tapi, jawaban diatas, tidak saya tulis. Takutnya terlalu kasar. Khususnya bagi yang percaya Tuhan, walau dari cerita orang ke orang. Atau dari kitab-kitab suci yang konon dipercaya bahwa itu turun langsung dari Tuhan. Melalui post kilat super cepat. Melebihi kecepatan jasa pengiriman barang profesional dizaman modren saat ini seperti JNE. Hmm…

Takutnya saya dikatakan sombong. Cie.. cie.. yang sudah ketemu Tuhan. Sombong bingitz…

Sejauh ini saya tidak atheis. Saya tetap Theis. Cuma mungkin konsepnya saja berbeda. Tuhan bagi saya sangat penting sebagai simbol penghubung manusia dengan kesadarannya. Dimana akhirnya tidak men-Tuhan-kan mitos dan tahyul.

Tuhan bagi saya mewujud melalui kesadaran manusia itu sendiri. Dan tentu dalam bentuk nilai-nilai kebaikan. Jika buruk, maka itu bentuk simbolnya Iblis alias Syaiton. Kira-kira begitu.

Itulah kenapa saya menggambarkan pada tulisan diatas, wujud dari kesadaran manusia jaman dulu dengan sekarang berbeda. Zaman dulu perbudakan misalnya, dianggap benar. Dan berbeda dengan zaman sekarang. Sehingga Tuhan zaman dulu dengan sekarang terkesan sangat berbeda.

Tuhan zaman dulu tidak kenal HAM. Sementara zaman sekarang, HAM itu sejalan dengan kehendak Tuhan.

Mari kita lihat keluar sana, kondisi dunia saat ini. Begitu banyak kasus bom bunuh diri atau teroris atas nama agama. Bagi kesadaran para pelaku, hal tersebut adalah benar. Karena mereka yakin, itulah yang dikehendaki Tuhan mereka. Saking yakinnya bahwa itu kehendak Tuhan, nyawa mereka siap dikorbankan.

Tapi, bagi kesadaran saya, bom bunuh diri atau teroris bukanlah kehendak Tuhan. Tuhan saya, ingin dunia ini damai. Perbedaan suku, bangsa, bahasa, agama, pemikiran, kesadaran, bukan sebuah persoalan. Karena sejatinya manusia memang berbeda.

Dengan bertemu konsep Tuhan, membuat cinta pada Tuhan tidak cinta buta. Tidak, berteriak-teriak memekikkan namanya, lalu menyembelih orang lain yang tidak sejalan. Hmm…

Tuhan tidak bernama dan tidak berada dimana-mana

Ya… Tuhan tidak bernama. Kreatifitas manusialah yang menetapkan nama Tuhan. Sesuai dengan tempat, situasi kondisi, dimana Tuhan itu ditemukan. Itulah kenapa nama Tuhan di dunia ada bermacam-macam. Dengan berbagai devenisi pula.

Bahkan, jika manusia tidak ada dimuka bumi. Tuhan pun tidak ada sama sekali. Tidak pula ada yang akan membahas tentang kehendak Nya. Tuhan muncul dari akal dan fikiran manusia itu sendiri.

Saya tidak tahu dengan mahluk hidup lain. Hewan misalnya. Tapi yang jelas ketika diperhatikan, mereka tidak ada kasak-kusuk mau mendirikan rumah ibadah atau semacam ritual untuk pemujaan terhadap Tuhan. Mereka hanya asik dengan kehidupan sendiri. Mengandal insting untuk bertahan hidup, seksual, dan sedikit bermain. Cuma itu. Sepertinya, tidak memikirkan sorga dan neraka. Hmm…

Tuhan juga tidak peduli dengan kehidupan manusia. Semua hanya berjalan sesuai dengan sistem hukum alam. Tidak ada pertolongan-pertolongan khusus. Bahkan terhadap orang-orang yang katanya memperjuangkan kehendak-kehendak Tuhan sekalipun. Tidak pula peduli dengan rumah-rumah yang dibangun manusia untuk Tuhan. Dibakar manusia, ya pasti terbakar.

Para pemberontak hukum dunia (teroris) yang berjuang untuk dan atas nama Tuhan pun, doski tidak perduli. Yang ditembak mati, ya mati. Yang pinter menyelamatkan diri ya selamat. Yang konyol, ya modar.

Tuhan bahkan tidak peduli dengan do’a-do’a panjang maupun pendek, manusia. Yang tidak usaha, ya tidak dapat apa-apa. (tentang konsep do’a akan dijelaskan secara terpisah)

Tidak juga peduli dengan perang-perang para nabi zaman dulu. Siapa yang kuat dengan strategi jitu, menang. Lemah, ya kalah. Sesuai dengan hukum alam.

Kenapa Tuhan ada? Hmm…

Tuhan ada karena manusia lah yang pada prinsifnya mempunyai kepentingan terhadap keberadaan Tuhan. Manusia lah yang memikirkan Tuhan. Memunculkan Nya. Membuat dunia ini penuh dengan tanda-tanda yang dimaknai sebagai keberadaan Tuhan. Menyusun kehendak dan sifat-sifatnya.

Tanpa percaya dan meyakini keberadaan Tuhan pun manusia pada dasarnya akan tetap hidup dan berkembang. Sesuai hukum alam. Dan disini pun Tuhan tidak peduli.

Tidak hanya itu. Keberadaan Tuhan pun, ditetapkan oleh manusia sendiri. Ada kepercayaan yang menggambarkan Tuhan berada di Arsy, alam ini, itu dan lain-lain. Suka-suka manusia.

Semua merasa percaya dan yakin dengan itu. Dan ajaibnya lagi, sebagian memiliki pengalaman bertemu. Setidaknya merasakan bukti keberadaan Tuhan. Sesuai dimana dan bagaimana proses mencari Tuhan masing-masing dilakukan. Dimana-mana Tuhan ada. Hmm…

Seperti ketika; meditasi, tafakur, kontemplasi, merenung, zikir, wirid, semadhi di goa-goa, dalam gedung, di hutan, sembahyang, sujud menghadap batu, patung, gambar, melihat matahari, bulan, dalam gelap, sendiri, ramai-ramai. Dan lain sebagainya, sebagainya. Apapun agama, kepercayaan dan cara.

Pada titik tertentu, ketika memulai proses keinginan bertemu Tuhan. Maka disana akan ditemukan.

Dan memang begitu konsep keberadaannya. Tuhan, ada didalam kesadaran manusia itu sendiri. Untuk saat ini, saya belum mau mengatakan bahwa; kesadaran manusia itulah Tuhan itu.

Cara bertemu Tuhan

Dari tulisan awal, saya mengatakan; banyak jalan untuk bertemu Tuhan. Cara tersulit melalui agama.

Kalau dengan cara berseloroh, saya akan mengatakan. Jika ingin bertemu Tuhan melalui agama, ya harus mati dulu. Soalnya, pada beberapa kepercayaan agama, Tuhan berada di surga VIP. Artinya, jika masuk surga kelas ecek-ecek pun, berarti belum tentu bertemu Tuhan.

Kenapa? Karena agama memang bukan tentang cara bertemu Tuhan. Sebagian besar agama hanya mengajarkan tentang bagaimana cara mempercayai adanya Tuhan. Tanpa perlu membuktikan keberadaannya. Jika tidak percaya, maka bukan orang beragama namanya. Hmm…

Jika pun ada yang bertemu Tuhan, maka itu adalah para tokoh-tokoh agama. Mungkin, seperti nabi-nabi, utusan-utusan, atau yang memang sudah terpilih.

Atau manusia yang memutuskan untuk naik ke level hakikat/makrifat. Dan ini tidak banyak yang menyarankan. Biasa, takut tersesat.

Makanya orang beragama tidak banyak yang bertemu Tuhan. Dan tidak pula ada upaya untuk bertemu Tuhan. Alih-alih ketemu, malah bisa dianggap sesat nantinya. Soalnya, nanti devenisi Tuhan nya malah berbeda dengan agama. Sesuai dengan kesadaran pribadi masing-masing.

Yang penting tidak masuk neraka, itu sudah cukup. Hmm…

Manusia sekarang juga sebenarnya harus berterimakasih dengan Nabi Muhammad. Dimana menetapkan bahwa Islam agama terakhir dan Muhammad Nabi terkahir. Menurut Islam ini ketetapan Tuhan.

Coba, jika tidak. Begitu banyak agama akan bermunculan setiap musim atau zaman. Begitu banyak pula nabi-nabi yang hadir dari berbagai penjuru dunia. Karena akan selalu ketemu kehendak-kehendak Tuhan melalui kesadaran manusia yang terus berkembang.

Bisa-bisa kita para manusia disibukkan olah agama yang terlalu banyak. Atau malah repot, akibat terjadi pertikaian para nabi baru yang berebut umat dan klaim paling benar. Karena lahir dalam satu zaman. Hmm…

Ini saja, walau dianggap sesat oleh agama yang sudah lebih lama bercokol di dunia, tetap masih ada agama baru dan nabi-nabi baru.

Dan untungnya lagi, tidak banyak negara yang masih ingin memobilisasi kehendak-kehendak Tuhan melalui agama. Bisa-bisa perang agama terus jadinya dunia. Ya… karena semua merasa paling berhak mengatur dunia melalui nilai-nilai kebenaran masing-masing.

Bertemu Tuhan adalah tentang bagaimana memahami konsep Tuhan itu sendiri. Memikirkan Nya. Semua upaya adalah jalan untuk bertemu dengan Tuhan. Keinginan yang kuat akan membuka jalan-jalan itu menjadi lebih terlihat jelas.

Bersambung: Sensasi Bertemu Tuhan

27 pemikiran pada “Pengalaman Bertemu Tuhan Dan Caranya”

  1. Sy ngeyelan, baca dari awal SMP akhir teknik nya mana..
    Panjang doank cerita nya gak ksh tau cara nya klimaks bertemu Tuhan yg sejati katanya di ‘pikiran’ seperti apa…
    Hmmm..

    Balas
    • https://neurolism.web.id/hakikat-ketuhanan/

      Hakikat ketuhanan itu bukan tentang sosok Tuhan dengan berbagai kehendak nya. Melainkan tahu apa itu yg sering dibicarakan orang tentang tuhan. Kenapa begitu banyak tuhan dengan berbagai nama dan penyebutan nya.
      Makrifat dengan tuhan, bukan berarti engkau bertemu dengan sosok Tuhan lalu menyatu dalam dirimu.

      Melainkan, kamu paham esensi tuhan dan kamu sadar berbagai hal yg seolah dari tuhan itu ternyata daya cipta mu sendiri. Sehingga seolah tuhan itu ada dlm dirimu.

      Kamu sadar bahwa Tuhan itu bisa dikatakan tidak ada, krn kamu tidak pernah mampu memikirkan nya. Tidak ada sosok yang bisa dibayangkan tentang Tuhan.

      Kamu yg sebelumnya mungkin sok tahu tentang Tuhan dan kehendak nya, menjadi sadar bahwa sejatinya tidak akan pernah tahu tentang nya.

      Kamu sadar bahwa Tuhan yg diceritakan itu tidak lebih dari halusinasi yg berujung delusi. Tumbuh dari system keyakinan yg tercipta dari daya cipta manusia.

      Mustahil kamu bisa tahu tentang sang maha pencipta, jika semesta ciptaan nya saja hingga kini belum tahu batasan nya.

      Mengikuti system semesta dan hukum”nya, sinkron dan selaras dengan nya, itu lebih baik dari pada upaya pencarian Tuhan.

      Sejatinya hukum Tuhan itu; Ya hukum alam termasuk hukum sebab akibat.

      Kamu sadar, bahwa segala aturan dunia yg mengatasnamakan Tuhan mu itu adalah buatan manusia belaka.

      Kamu yg memaksa tahu tentang Tuhan pun, akan berujung sama. Otak mu akan memunculkan halusinasi. Jika di percaya mejadi delusi.

      Ikuti saja system semesta dengan berbagai hukumnya. Selaras dan menjadi bagian dari dunia.

      __// Kamu tidak akan bisa mencapai hakikat ketuhanan jika masih membawa asumsi Tuhan mu termasuk berbagai versi tuhan” yg diceritakan agama” atau system keyakinan. Melangkah ke hakikat adalah melepas baju syariat dengan segala kekosongan mu.

      Gak usah takut tersesat, krn Tuhan sebenarnya menunggu d zona itu. Atau jika ketakutan mu lebih besar dari keingin tahuan mu, maka tetap lah di tataran syariat. Menjadi orang baik.

      Baik pada dirimu sendiri, baik pada semua mahluk yg engkau ketahui dan tidak ketahui. Baik kepada yg bernyawa atau tidak bernyawa.

      Tak usah menjadi sok tahu dan menghakimi yg lain dengan modal syariat mu. Krn sejatinya itu hanya ilmu tingkat dasar untuk para bocah yg hanya berlaku untuk golongan mu.

      Ada banyak yg tidak kamu ketahui dan itu adanya cuma d level hakikat.

      Hakikat Ketuhanan itu adalah pemahaman tentang esensi Tuhan dari apa yg kamu seolah tahu d level syariat mu.
      NAMA” TUHAN APA YANG ADA DI DUNIA TIDAK LEBIH DARI SEBUAH SIMBOL AGAR KAMU MERASA TERHUBUNG DENGAN SANG MAHA TAK TERDEFENISIKAN. TAK TERPIKIRKAN. SANG MAHA PEMBUAT APA YG TERLIHAT DAN TAK TERLIHAT

      Ketahui saja dulu itu. Tidak ada yg salah dan benar, kecuali ketika kamu merasa paling benar atas ketidaktahuan mu.

      Balas
      • Benar sekali Semasih kita menjadi manusia biasa biasa spt kebanyakan manusia umumnya dan tanpa disiplin ketat utk mengenal komponen diri…..salah satunya yg terpenting adalah pikiran kita ! Kita tak mungkin mengenal siapa yg membentuk diri kita….set.mengenal siapa pembentuk diri kita mungkin kita akan ketemu pembentuk kita yg mungkin namanya TUHAN….hihihihi…bisa juga nsmanya lain…krn pemberian nama itu tergantung pikiran yg nemukan duluan dan mau2nyaa…..

        Balas
  2. pada tulisan pertama saya meraya terhanyut dengan fakta dan sejarah yang anda tuliskan. pada tulisan kedua, anda terlihat kehilangan fakta dan data. saya merasa hampa, seperti ada amarah atau kekecewaan.

    Balas
    • Sabar untuk menunggu tulisan ke 3, disini saya menulis tentang teknis bagaimana pikiran manusia mampu memunculkan sebuah sensasi keberadaan Tuhan. Bahkan pada tingkat tertentu, dapat melihat wujud yang seolah nyata.

      Salam, terimakasih atas koreksinya.

      Memang cukup lama tulisan ini tidak disambung lagi, saya belum benar-benar pasti terhadap materi yang akan saya sampaikan. Masih dalam tahap riset pribadi.. Krn ini berhubungan dengan fenomena sistem syaraf memunculkan halusinasi.

      Salam…

      Balas
      • Andaikan Dimensi Tuhan Adalah Kosong, lalu bagaimana manusia yg mengalami ketuhanan di setiap waktu ? Mungkin penulis bisa memberikan wacana yg berkaitan dgn hal ini . Karena sepertinya penulis memiliki literatur yg cukup banyak

        Balas
  3. Makrifat adalah mengenal kesejatian Tuhan bahwasanya Tuhan itu sejatinya tidak ada. Kehidupan sudah sangat indah dan membahagiakan tanpa campur tangan Tuhan maupun agama-agama.

    Balas
  4. Menurut PK ….
    Bukan saya ya, karena saya belum pernah ketemu. Tuhan ada dua bukan satu.
    Coba deh tonton Filmnya. Lucu deh

    Balas
  5. satu prtanyaan bust kau penulis, siapakh yg menciptakanmu dan membuat ayah bundamu bergairah kmudian bersetubuh dan jadilah segumpal darah yg kmudian jdi ELOEEE… hahahaha…
    moga” loe pnjang umur dan dpt hidayah skalipun loe menolaknya..
    Amiiinnn..

    Balas
    • Nah.. soal siapa yang menciptakan, ada banyak versi. Kalau menurut kamu ya tuhan kamu, dan menurut yang punya keyakinan lain, ya sesuai dengan keyakinannya.

      Dan satu yang pasti, menurut kamu, semua salah selain diri kaum kamu. Dan begitu juga, dengan yang selain diri kamu, mereka yang benar dan kamu adalah orang yang sesat. Faktanya begitu..

      Dan, hidayah menurut kamu, adalah ketersesatan yang teramat sangat menurut yang tidak sama dengan keyakinan kamu.

      Dulu, saat aku masih tersesat, aku juga berpikir seperti kamu. Dan sekarang setelah mendapat hidayah.. maka jadi berbedalah kita..

      Balas
  6. Maaf yaa, hanya sekedar sharing dan berbagi pengalaman,….setelah baca s/d edisi yg ke II (krn yg ke III blm terbit), saya jadi tertarik dg artikel Neurolism ini, dalam konteks keseluruhan.
    Dan menjadi lebih tertarik lagi untuk bertanya : “kira2 si penulis sendiri berdiri dlm posisi tataran yg mana yaa,…?” Dari ke-dua ‘bacaan’ yg sdh ada, (mudah2 an sayalah yg kliru), sifatnya hanya sekedar prakiraan – mungkin ‘sang penulis’ pada level ‘tarekat’, yang sdg mencoba mendalami pengetahuan/kebijakan ttg 2 kasta di atasnya, yaitu ‘hakekat’ & ‘makrifat’ – karena dari sensasi yg tertuang dlm penulisannya mengandung ciri2 sbb :
    1. Adalah semua dlm keadaan baik, dan benar, bahwa tidak ada yg ‘benar & salah’, tapi rasanya bukan berdasarkan ‘logika’ semata dan cuma berbasis ‘data’ (sementara dlm data itu sendiri tidak ada jaminan yg mengisyaratkan ‘kebenaran’ yg mutlak), maka bila benar demikian dalam kesimpulan nanti akan bias – ujung2 nya tentu akan saling berbenturan,….

    2. Seandainya benar, sang penulis sudah sampai pada menapakkan di tataran pengetahuan akan ‘hakekat’ yg paling “dasar” saja, tentu dlm menarasikan opini susunan kalimatnya bukan demikian; masih tampak terasa kental, agak enceran sedikit mungkin, (hanya berharap bisa dipahami secara pribadi, serta dapat dimaklumi secara bersama) – dlm perspektif ini, orientasinya bukanlah ttg masalah pro & kontra, jika betul demikian akan merosot lg selangkah kembali ke benar & salah.

    3. Kebenaran, bukanlah kebetulan,….ada berbagai ajaran, dari yg kelihatan baik itu akademis, politis, religius spt filsafat, marxisme, atheis sp agamis yg kesemuanya mencakup banyak hal – hingga pada ajaran yg tak tampak, yg tak bisa diukur dg logika, meski dalam data jg ada, namun sifatnya masih sangat mengambang, belum lagi masuk ke dalam ‘dunia paralel’ lepas itu disebut ‘ghoib’ atau tidak, tentu tergantung cara pandang kacamata kita masing2.

    Alangkah bijak, apabila berbagi pengetahuan dgn lbh mengutamakan ‘kesetaraan’, meski itu sudah masuk ke ranah komparasi, karena berbekal modal menuju ‘nol’; maka akan lebih mudah & nyaman untuk dijangkau.
    Akhir kata, apabila ada salah tentu ada rasa, pun begitu dgn yg namanya benar meski dirasa tawar,…jika pantas yakinlah akan bijak, dan kalau belum pantas mungkin masih tersisa maaf.

    Balas
  7. Maha benar Tuhan semesta Alam yang pernah Berkata ( Sesungguhnya Manusia adalah mahluk yang bodoh dan Zalim )

    Begitu juga berkata ( Sesungguhnya ilmu pengatahuan manusia sangatlah sedikit/Terbatas )

    Dan juga berkata ( Sesungguhnya Ilmu Tuhan itu meliputi Alam semesta )

    Sekian dari saya yg baru saja mendapatkan hidayah:)

    Balas
    • Disini Anda menggambarkan tentang Tuhan yang Berkata dimana masih menggambarkan Tuhan sebagai sosok. Jadi tuhan jenis apa yang telah masuk didalam kepala Anda.

      Inilah bagian yang membuktikan bahwa Tuhan yang ada dalam kepala manusia antara satu dan yang lainnya berbeda.

      Balas
  8. semua yang anda tulis adalah pikiran anda sendiri, suka2 aja…. semua orang juga bisa kayak gini…

    simple aja logika tuhan ada… kalo anda punya HP Android… dan kalo saya bilang HP android tercipta dengan sendirinya… maka saya dianggap gila oleh anda.

    Manusaia adalah creasi design yang maha canggih…masak kalah sama HP android.. ga punay penciptanya

    Balas
    • Yup benar.. salah satu ide tentang konsep Tuhan juga didasari oleh pertanyaan bagaimana semua ini bermula. Mengapa Anda ada dan hidup. Bagaimana semesta ini ada. Dan karena daya pikir tidak mampu menjangkau itu semua, sehingga mereka berpikir ada sesuatu yang membuat itu. Dan mereka menyebutnya sang pencipta atau tuhan. Beberapa yang lainnya menyebut dewa, bahkan timbul pula teori bigbang dan akan terus bermunculan asumsi-asumsi lainnya…

      Jika Anda dapat berpikir bahwa tulisan tentang Tuhan ini suka-suka saya, kenapa Anda juga tidak dapat berpikir konsep Tuhan yang Anda percayai sebagai suka-suka aja dari orang yang mampu meyakin Anda..

      Balas
  9. Karena sepengetahuan saya manusia yg mengalami ketuhanan di setiap waktu mampu melahirkan hal2 yg luar biasa di segala ruang dan waktu, meski pun otaknya berada di gelombang frekuensi BETA, TIDAK DI KONDISI TRANCE . Mungkin penulis bisa menjelaskannya ? Sama atau tidak mengalami ketuhanan secara teknologi pikiran di bandingkan dengan cara yg lain, misalnya dgn cara wirid .

    Balas

Tinggalkan komentar