Perangkap Hati Nurani Memenjarakan Pikiran

Mereka yang mempelajari ilmu psikologi dan seni hipnosis sejatinya tahu tentang cara kerja sistem keyakinan. Jadi sangat mengherankan jika tetap terjebak dalam dunia fiksi yang diyakini sebagai realitas!…

Dalam konsep sistem keyakinan hati nurani, ada serangkaian produk pikiran yang diklaim bersumber darinya. Pemikiran-pemikiran yang baik (suci) dianggap kinerja hati nurani. Etika dan moralitas dianggap bagian dari bukti keberadaan hati nurani. Tapi benarkah itu? Mari kita lihat lagi!..

Standar baik dan benar, etika, moralitas, dan hal-hal yang dikultuskan sebagai sesuatu yang suci, dalam peradaban manusia tidaklah baku. Selalu mengalami pergeseran. Hal ini terjadi karena manusia berpikir. Ada semacam kreatifitas manusia dalam membuat konsep yang kemudian disepakati bersama. Baik secara universal maupun dalam suatu kelompok.

Standar-standar tersebut sangat dipengaruhi oleh situasi, kondisi, tempat, tradisi, budaya, wawasan, politik, dan lain sebagainya.

Dalam hal ini, kita tidak perlu terlalu jauh melihat zaman primitif atau purba. Dimana standar peradabannya akan sangat jelas berbeda jika dibandingkan dengan manusia modren. Anda yang hidup diwilayah Asia atau kita perkecil Indonesia, standar peradabannya akan jauh berbeda dengan Timur Tengah, Eropa, atau wilayah lain.

Anda yang hidup dizaman sekarang, sudah mengalami pergeseran standar jika dibandingkan dengan manusia 10 tahun lalu. Apalagi jika dibandingkan dengan 100 tahun,  1000,  jutaan tahun lalu. Beberapa mungkin tetap bertahan, namun segala sesuatu yang bersumber dari pikiran manusia jelas akan berpotensi berubah oleh pikiran manusia itu sendiri.

Memang, setiap standar yang telah disepakati seolah sebuah kebenaran mutlak. Bahkan dalam dimensi pikiran sebuah peradaban, dunia akan hancur jika tidak mengikuti, mengaplikasikan, standar yang dianggap ketetetapan. Kehidupan manusia tidak akan bisa berlangsung baik!!..

Tapi, waktu selalu membuktikan lain. Peradaban manusia terus bergerak dan dimensi pikiran pun terus mengalami pergersan. Dan kenyataannya, sampai saat ini manusia tetap baik-baik saja. Bahkan, sebagai salah satu spesies yang sistem kehidupannya tidak lebih dari hewan dizaman primitif, saat ini bisa dikatakan sebagai mahluk adidaya yang menguasai planet bernama bumi.

Ya, manusia adalah spesies diantara banyak spesies yang bertransformasi karena memiliki pikiran. Pemikiran-pemikiran yang mengalami pergeseranlah yang memungkinkan manusia terpikir untuk belajar bercocok tanam, dari sebelumnya hidup sebagai pemburu dalam rimba belantara bumi. Karena manusia berpikir juga, sehingga tercipta banyak kata untuk menyampaikan suatu maksud. Dari dimana mungkin hanya menggunakan bahasa isyarat, dari yang hanya menggunakan sepatah dua kata hingga mampu merangkai banyak kalimat.

Sadari saja bahwa peradaban manusia itu berproses, bukan tiba-tiba terjadi begitu saja. Bukan dicetak lalu hidup menjadi serba bisa. Ada proses belajar. Ada proses dari berbagai pikiran yang terus mengalami pergeseran. Saling mempengaruhi. Saling menyempurnakan. Dengan kesadaran tersebut, maka anda secara otomatis akan dapat lebih jelas melihat bahwa; standar moralitas, etika, baik atau buruk, hal-hal yang dianggap kebenaran sebenarnya tidak konstan. Tidak baku. Selalu mengalami perubahan dari waktu-kewaktu. Disadari atau tidak disadari.

Baiklah, jika anda agak malas berpikir, saya akan memberi beberapa gambaran. Animisme adalah sebuah kata untuk menyampaikan suatu maksud tentang sebuah dimensi pikiran manusia dalam sebuah peradaban. Dan ini pernah ada, beberapa diantaranya bertranspormasi menjadi agama.

Era animisme adalah dimensi pikiran manusia yang mempercayai bahwa; setiap benda di Bumi ini, (seperti kawasan tertentu, gua, pohon atau batu besar), mempunyai jiwa yang mesti dihormati agar roh tersebut tidak mengganggu manusia. Roh-roh tersebut juga dipercaya membantu manusia dari roh jahat dalam kehidupan seharian mereka.

Perlu diketahui, pada zaman nya, manusia benar-benar dalam dimensi pikiran ini. Benar-benar mempercayainya sebagai kebenaran mutlak. Bahwa, keberlangsungan hidup sangat tergantung dari berjalan atau tidaknya kepercayaan ini. Ada serangkaian bukti yang juga buah dari pikiran memperkuat pemikiran tentang ini.

Anda yang hidup dalam peradaban modren boleh tertawa dan atau menganggap aneh dimensi pikiran ini. Apalagi anda yang mungkin saat ini berada dalam ruang lingkup kepercayaan agama yang bertolak belakang dengan konsep ini. Namun ketahuilah, pada suatu masa akan datang, cucu-cucu dari keturunan anda akan menertawakan dan menganggap lucu sistem keyakinan yang anda anut.

Anda boleh berpikir bahwa apa yang anda yakini saat ini, sebuah kebenaran mutlak yang bersumber dari keilahian. Bahwa dunia hanya dapat berjalan dengan baik ketika menerapkan konsep-konsep dari sistem keyakinan anda.

Tapi, perlu anda ketahui, tidak usah menunggu dimasa jauh akan datang. Disalah satu bagian sudut bumi lain, saat ini, ada dimensi pikiran manusia yang berbeda. Dimana meyakini konsep keyakinan yang bertolak belakang dari anda. Dan anda boleh saling menertawakan, karena bisa melihat kelucuan masing-masing keyakinan. Saling melihat tingkah mempercayai sesuatu yang adanya hanya dalam pikiran saja.

Tidak ada yang salah sebenarnya. Karena, sejatinya manusia hidup karena adanya dimensi pikiran. Dan pergeseran paradigma berpikir hukumnya pasti. Sadari saja, dimensi pikiran anda saat ini saja jauh berbeda dengan anda beberapa tahun lalu.  Itu kenyataannya!

Pada suatu masa, dalam beberapa wilayah dimuka bumi, bahwa; manusia pernah dibedakan berdasarkan RAS, warna kulit, gender, kelas, orientasi seksual, dan lain sebagainya. Bahkan tidak hanya itu, perbudakan adalah kenyataan yang dianggap manusiawi. Mengorbankan nyawa manusia untuk menghormati sesuatu yang dianggap penguasa kehidupan. Melakukan ritual-ritual yang bisa saja dianggap ‘nyeleneh’ untuk anda yang hidup diperadaban modren.

Namun, pada masanya, hal-hal tersebut adalah bagian dari standar moralitas, kebenaran, kesucian, baik, buruk, etika dan lainnya. Dalam dimensi setiap peradaban, nilai-nilai tersebut dipercayai sebagai suatu kebenaran mutlak. Sebagian diantaranya, dianggap bersumber dari wahyu-wahyu suci dari sang maha tinggi atau sekarang sering disebut keilahian. Intinya, manusia pernah hidup dalam dimensi pikiran seperti ini. Dan manusia berpikir bahwa kehidupan dunia memang harus seperti itu adanya.

Jadi, jika tiba-tiba anda membawa dimensi pikiran anda saat ini ke masa lalu, anda akan dikatakan gila dan atau melawan ketetapan hukum semesta dan atau melawan kehendak tuhan. Ya, pemikiran-pemikiran yang lebih maju dalam pergeserannya akan bertentangan dengan standar yang dianut pada masanya. Tapi, ini hanya soal waktu, cepat atau lambat pasti akan mengalami pergeseran. Ini hukumnya pasti. Termasuk hal-hal yang anda yakini!..

Lalu pertanyaannya, dimana fungsi hati nurani jika standar nilai-nilai moralitas, etika, kesucian, baik,  buruk, benar, salah adalah konsep yang terbentuk dari pergeseran pemikiran manusia. Bergerak dinamis karena manusia berpikir. Mengalami perubahan disetiap peradaban. Terjadi perbedaan dalam setiap dimensi pikiran.

Jika manusia mempunyai alat untuk memproduksi standar yang dianggap positif, maka hukumnya; manusia tidak perlu belajar.  Tidak perlu berposes. Tidak akan ada perbedaan. Karena, hal-hal tersebut akan muncul begitu saja dan bersifat konstan atau baku.

Jika manusia ada alat untuk memproduksi standar nilai bernama hati nurani, maka tidak akan pernah ada hal-hal yang bertentangan dalam setiap masa peradaban. Tidak akan pernah ada fenomena kanibalisme yang oleh peradaban manusia saat ini merupakan prilaku sangat buruk. Tidak akan ada pernah sejarah pembunuhan yang mengatasnamakan kebenaran karena saat ini dianggap bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

Ya, manusia tidak mempunyai alat untuk memproduksi standar nilai-nilai tertentu. Semua adalah buah dari pemikiran. Pemikiran manusia yang berpikir dan membentuk konsep yang dianggap ideal untuk kehidupannya dimuka bumi. Dan akan terus mengalami pergeseran, sepanjang manusia terus berpikir.

Dan ketika manusia tidak diajarkan untuk berpikir, tapi diajarkan berpegangan pada sebuah konsep yang dibentuk oleh pemikiran, maka sudah dipastikan akan berputar-putar dalam serangkaian standar yang telah ditetapkan. Ada ketetapan-ketetapan yang dibuat sebagai standar mutlak. Manusia akan terkurung dalam konsep tersebut. Bahkan seolah tidak mampu memikirkan standar baru untuk menyesuaikan diri dengan pergerakan pemikiran universal. Terpaku sebagai manusia yang tidak mampu untuk berpikir tentang standar, selain yang telah ditetapkan.

Tidak ada yang dapat diharapkan dari spesies yang menganut sebuah konsep baku dalam menjawab kebutuhan sebuah peradaban yang hukumnya selalu bergerak. Karena, pergeseran dimensi pikiranlah yang sejatinya membedakan manusia dengan spesies lain.

Bersambung….

__// Tulisan ini bagian dari buku Neurolism

2 pemikiran pada “Perangkap Hati Nurani Memenjarakan Pikiran”

Tinggalkan komentar